Untuk kesekian kalinya rasa itu hadir kembali mersuk ke
dalam kalbuku membuat aku membencinya lagi, luka ini selalu menganga kembali
saat aku mengingatnya dan bagaimana aku selalu terluka karena kesalahannya.
Saat itu umurku 4 tahun masih selalu terngiang di pelupuk
mataku betapa aku ingin seperti mereka, duduk di tengah-tengah orang tua mereka
dan mereka tertawa bersama. Betapa saat yang tak pernah ku rasakan.
Masih tersimpan di memoriku saat itu umurku 12 tahun, aku
berpidato di panggung sebagai orang yang mewakili kelasku untuk berpidato di
depan umum karena aku lulus dengan nilai tertinggi, tapi masih saja aku tak
pernah melihat senyumnya atau melihat dia bertepuk tangan padaku , luka hati
ini terus menganga.
Waktu terus berlalu aku selalu mendambakannya berada di
sampingku tapi selain itu aku juga teramat membencinya, luka ini selalu dia
ukir di dalam hatiku.
Aku pun masuk SMA, bukan SMA Favorit karena biaya
menghalangiku menjadi salah satu siswa di sekolah favorit. Aku harus bekerja
lebih keras karena kakek dan nenek yang membesarkanku mereka bukan orang yang
bisa memanjakanku.